Salah satu hal yang sangat sulit
dan tidak mudah dalam kehidupan berkomunitas dan bergereja adalah menumbuhkan
dan memelihara relasi yang sehat satu dengan yang lain. Para pemimpin gereja
dan para pelayan/aktivis, selain menjalankan berbagai macam program gereja,
maka akan cukup banyak energi yang juga terkuras untuk mengurus masalah
relasi/hubungan satu sama lain. Kedekatan dan seringnya berinteraksi dapat
menghasilkan keintiman dan keakraban satu sama lain, tetapi di sisi lain, juga
memiliki potensi yang lebih besar untuk bergesekan dan berbenturan satu dengan
yang lain. Pemicunya bisa bermacam-macam, mulai dari menyikapi perbedaan
pendapat/nilai-nilai pelayanan, perbedaan sudut pandang dalam melihat masalah,
pola kerja, perbedaan temperamen, perbedaan karakter dan kebiasaan, perbedaan
kedewasaan kerohanian, latar belakang pengalaman hidup, pembentukan “gambar
diri” (self image) yang dipengaruhi oleh kondisi keluarga yang membesarkan, dan
sebagainya.
Orang berdosa berinteraksi
dengan orang berdosa, tentu ada tantangan dan pergumulan, Namun, hal ini tidak
berarti kita berhenti untuk memperjuangkan dan mengusahakan sebuah kehidupan
pelayanan bersama yang sehat. Kehidupan pelayanan yang sehat, bukan berarti
ideal atau sempurna, tetapi selalu menempatkan prinsip-prinsip kebenaran firman
Tuhan dalam hidup berkomunitas dan melayani bersama. Ada banyak ciri kehidupan pelayanan yang sehat, namun kita akan
membahas 3 ciri saja, yaitu:
- Kehidupan pelayanan yang sehat bukanlah
kehidupan pelayanan yang bebas dari konflik dan pertengkaran, tetapi
setiap konflik dan pertengkaran dapat diselesaikan dengan baik dan dewasa.
Kehidupan pelayanan yang tidak
sehat ditandai ketika terjadi konflik atau pertengkaran, maka kedua belah pihak
sulit untuk berdamai kembali, dan dipenuhi dendam satu sama lain. Kalau pun
“berdamai” (sifatnya hanya di kulit permukaan), kecenderungannya adalah
mendiamkan masalah, dan bukan menyelesaikannya. Orang tipe seperti ini akan
berkata, “Lebih baik saya diam saja, tidak usah dibahas lagi, daripada nanti
dibahas malah bertengkar lagi.” Kelihatannya “berdamai”, tetapi akar
permasalahan yang sebenarnya tidak pernah tuntas diselesaikan. Jadi, sebuah
kehidupan pelayanan yang sehat ditandai dengan kemampuan untuk menyelesaikan
konflik dengan bijaksana dan sesuai dengan prinsip-prinsip firman Tuhan.
Dalam menghadapi sebuah konflik,
seharusnya selalu mengusahakan “rekonsiliasi“, yaitu kedua belah pihak yang
bertikai dapat saling mengampuni dan berdamai kembali. Walaupun dalam
kenyataannya, rekonsiliasi tidak selalu bisa terwujud, karena bisa jadi kedua
belah pihak tidak mau untuk saling berdamai, atau hanya salah satu pihak saja
yang mau berdamai dan mengampuni. Kedua belah pihak yang mungkin sedang berkonflik,
harus selalu sama-sama mengoreksi diri di hadapan Tuhan, karena seringkali
konflik terjadi (walaupun tidak selalu), biasanya merupakan kontribusi dari
kedua belah pihak dalam memberikan aksi dan reaksi.
- Kehidupan pelayanan yang sehat tidak berarti
tidak ada rasa kecewa, atau tidak ada kemarahan, tetapi ditandai dengan
kemampuan untuk mengelola dengan bijaksana rasa kecewa dan kemarahan yang
bisa timbul, karena salah satu buah Roh Kudus adalah penguasaan diri (self-control).
Dalam relasi dengan rekan
sepelayanan, mungkin ada masa-masa timbul rasa kesal, marah, dan kecewa, tetapi
dalam kehidupan pelayanan yang sehat, selalu ada kerinduan untuk bersatu
kembali, dan melayani bersama.
Saya ingin memberikan catatan
tentang masalah “kemarahan.” Alkitab memang ada berbicara tentang “kemarahan
yang suci” (holy anger), yaitu
kemarahan yang tidak berdosa. Misalnya:
- Yesus pernah marah ketika Bait Allah dijadikan tempat berjualan (Yohanes 2:15-17).
- Yesus pernah marah kepada orang Farisi yang mempersalahkan diri- Nya menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat (Markus 3:5).
- Allah murka terhadap orang berdosa (Roma 1:18).
Namun, D.A. Carson mengingatkan
bahwa “Kemarahan yang suci” dengan “kemarahan yang tidak suci”, pada diri
manusia bedanya sangat tipis, karena manusia sudah jatuh ke dalam dosa.” Itulah
sebabnya, kita
seringkali menemukan Alkitab lebih cenderung berbicara tentang kemarahan
manusia berdosa dalam konotasi negatif (Baca: Efesus 4:31; Yakobus 1:19-20;
Mazmur 37:8).
Filsuf
Aristotle menyatakan, “Jika kamu marah, marahlah dengan motivasi dan tujuan
yang benar, dengan cara yang benar, pada waktu yang tepat, dan pada orang yang
pantas untuk dimarahi.” Efesus 4:26-27 memberikan panduan
tentang kemarahan: “If you anger do not sin” (NIV). Kemarahan kita jangan berlarut-larut dan harus cepat diselesaikan,
karena kemarahan yang tidak terselesaikan akan bisa berkembang menjadi kepahitan,
permusuhan, dan dendam yang menginginkan pembalasan. Iblis mengetahui kelemahan kita, sehingga Iblis bisa
menyeret kita kepada dosa, melalui kemarahan kita, walaupun mungkin pada
awalnya kemarahan itu motivasi dan tujuannya benar.
- Kehidupan pelayanan yang sehat tidak berarti
selalu seiya-sekata dalam pengambilan keputusan, tetapi belajar untuk tetap
saling menerima, saling menghargai, dan menghormati setiap pribadi dalam
tim pelayanan.
Ujilah setiap motivasi dan sikap hati kita dalam mengambil
keputusan dan ketika memberikan respons terhadap pendapat orang lain dalam
sebuah rapat. Apakah sikap saya ini hanya dimotivasi untuk kepentingan dan
keegosisan diri saya? Apakah motivasi saya semata-mata hanya untuk membela diri
dan gengsi untuk mengakui bahwa pendapat saya adalah kurang tepat/salah? Apakah
saya sudah mengkaji dan memahami dengan baik tentang topik yang sedang
diperdebatkan? Apakah pertimbangan yang saya utarakan ini hanya sebuah
pertimbangan yang didasarkan pada pertimbangan pragmatis semata, atau
didasarkan pada pertimbangan teologis yang dipandu oleh prinsip firman Tuhan?
Apakah ada kesombongan rohani yang tersembunyi dalam diri saya ketika saya
memberikan respons terhadap pendapat orang lain, atau ketika saya mengutarakan
pendapat saya? Diam, tidak selalu artinya “emas”. Orang yang bijaksana adalah
orang yang tahu kapan dia harus diam, dan kapan dia harus berbicara. Orang yang
dewasa adalah orang yang mampu menyuruh diri sendiri, tetapi sekaligus mampu
untuk melarang diri sendiri.
Hal yang selalu harus kita
tanamkan adalah rekan-rekan sepelayanan kita adalah orang-orang yang juga
sedang dalam proses bertumbuh. Mereka punya kelebihan dan kekurangan/kelemahan,
mereka orang berdosa yang dibenarkan, tetapi mereka adalah gambar Allah yang mulia
dan harus diperlakukan secara hormat.
Ketiga ciri di atas tidak mudah untuk dilakukan, termasuk
oleh saya sendiri, tetapi tidak mudah, itu bukan berarti tidak mungkin bisa
dilakukan oleh pribadi yang telah menerima anugerah keselamatan dan pembaharuan
dari Roh Kudus. Kita akan terus belajar seumur hidup untuk mewujudkan kehidupan
pelayanan yang sehat seperti yang Tuhan inginkan.
Biarlah doa Ibu Teresa (1910 –
1997) dari Calcutta ini menjadi doa dan permohonan kita bersama kepada Tuhan
Yesus:
O Yesus, Tuhan
yang lembut dan rendah hati
Jadikan hati kami
seperti hati-Mu
Dari hasrat
dihargai, lepaskan kami, o Yesus.
Dari hasrat
dicintai, lepaskan kami, o Yesus.
Dari hasrat
dihormati, lepaskan kami, o Yesus.
Dari hasrat
dipuji, lepaskan kami, o Yesus.
Dari hasrat
diutamakan, lepaskan, kami, o Yesus.
Dari hasrat
menjadi populer, lepaskan kami, o Yesus.
Dari ketakutan
direndahkan, lepaskan kami, o Yesus.
Dari ketakutan
ditelantarkan, lepaskan kami, o Yesus.
Dari ketakutan
dibatasi, lepaskan kami, o Yesus.
Dari ketakutan
disalahpahami, lepaskan kami, o Yesus.
Dari ketakutan
dilupakan, lepaskan kami, o Yesus.
Dari ketakutan
dicemoohkan, lepaskan kami, o Yesus.
Dari ketakutan
dicurigai, lepaskan kami, o Yesus.
Agar orang lain
lebih dicintai ketimbang kami,
Yesus anugerahi
kami hasrat itu.
Agar orang lain
lebih dihargai daripada kami,
Yesus anugerahi
kami hasrat itu.
Agar orang lain
makin bertambah, kami makin berkurang,
Yesus anugerahi
kami hasrat itu.
Agar orang lain
lebih diperhatikan daripada kami,
Yesus anugerahi
kami hasrat itu.
Agar orang lain
lebih diutamakan daripada kami dalam segala hal,
Yesus anugerahi
kami hasrat itu. Amin.
SELAMAT MELAYANI
SAHABAT-SAHABATKU, BIARLAH TUHAN TERSENYUM GEMBIRA MELIHAT PELAYANAN KITA
BERSAMA.
No comments:
Post a Comment