Yohanes 4:23 Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian.Yohanes 4:24 Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran."Pernahkah kita mendapatkan sebuah pengalaman ketika menghadiri ibadah-kebaktian di hari Minggu, seolah-olah “tidak mendapatkan apa-apa”? Atau kita selesai ibadah merasa kurang mendapatkan “sesuatu” seperti yang kita harapkan? Mungkin kita bisa mengeluh dengan alasan yang masuk akal. Kita mungkin memberikan argumentasi, “Hari ini isi khotbah dan cara penyampaiannya kurang menarik! Atau hari ini nampaknya para pelayanan ibadah di gereja kurang persiapan dengan baik! “Hari ini lagu-lagu yang dinyanyikan kurang menyentuh pergumulan pribadi saya,” dan seterusnya.Dalam batas-batas tertentu, saya tidak menyangkali secara mutlak akan fakta-fakta dan argumentasi di atas. Saya harus mengakui dengan jujur, saya pribadi akan merasa “terganggu” dalam ibadah, jika misalnya, pemimpin pujian (Worship Leader) tidak ada harmonisasi yang baik dengan tim pemusik. Atau tidak mudah bagi saya untuk bisa berkonsentrasi dengan baik, jika mendengarkan sebuah khotbah yang disampaikan dengan nada suara dan gaya yang sangat monoton. Saya sungguh menyadari, tidak mudah untuk mempersiapkan sebuah ibadah-kebaktian yang baik. Sudah sepatutnya, pelayan-pelayan ibadah (pengkhotbah, WL, singers, pemusik, petugas multimedia, pembaca warta, penyambut tamu, dll) perlu melakukan persiapan yang baik secara rohani dan teknis, walaupun tidak ada ibadah kita yang sempurna di mata Tuhan, karena ibadah ini juga dilakukan oleh orang-orang yang tidak sempurna, orang-orang yang juga berdosa.Namun, satu pertanyaan yang perlu kita renungkan adalah seringkali kita menuntut supaya para pelayanan ibadah menjalankan perannya dengan baik (tentu itu harapan yang baik, tidak salah juga), tetapi apakah kita yang terlibat dalam ibadah itu juga mempersiapkan diri dengan baik ketika beribadah di gereja?Saya tertarik dengan pendapat Dr. Perry F. Webb (1931-2010) yang menyatakan, “Jika Anda pulang dari gereja dengan iman yang lebih kuat, harapan yang lebih cerah, kasih yang lebih mendalam, kepedulian yang lebih luas, hati yang lebih murni, dan hasrat yang lebih mantap untuk melakukan kehendak Tuhan, maka Anda sungguh-sungguh telah beribadah!”Dengan demikian, kalau kita tidak mengalami hal-hal seperti yang ditulis oleh Dr. Perry Webb itu selesai ibadah bersama (public worship), mungkin kita belum sungguh-sungguh beribadah! Mungkin kita belum mengalami perjumpaan pribadi dengan Allah dalam ibadah, atau tidak sungguh-sungguh memiliki kehausan dan kerinduan yang dalam untuk berjumpa dan mengalami Allah dalam ibadah kita.Kita seharusnya menyembah, tidak asal menyembah. Kita beribadah tidak asal beribadah. Kita harus menyembah dan beribadah menurut aturan main Tuhan, dan menurut apa yang disukai Tuhan. Salah satu hal yang sangat penting, yang Tuhan inginkan ketika kita beribadah kepada-Nya adalah kita harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran (Yohanes 4:23-24). Tanpa kita “menyembah dalam roh dan kebenaran” (worship the Lord in spirit and truth), maka ibadah kita hanya sia-sia, dan tidak berkenan di hadapan Tuhan. “Menyembah Allah di dalam roh” dan “menyembah Allah dalam kebenaran,” adalah dua hal (2 frase) yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Jika kita kehilangan salah satu diantaranya, maka ibadah kita tidak berkenan di hadapan Tuhan.Saya mengutip penafsiran Dr. John MacArthur tentang hal ini, yaitu:
- Menyembah Allah dalam roh, berarti menyembah Allah dengan segenap hati, jiwa, akal budi, kasih kita, seluruh keberadaan diri kita (Bandingkan dgn. Matius 22:37-38).
- Menyembah Allah dalam kebenaran, berarti menyembah Allah sesuai dengan firman Allah, karakter dan kehendak-Nya.
Tetapi bagaimana kita bisa menyembah Allah dalam roh dan kebenaran, jika kita tidak mempersiapkan hati kita dengan baik dalam beribadah dan tidak bersikap benar dalam ibadah? Misalnya, saya mengambi beberapa contoh.Pertama, kadang-kadang kita menyanyikan lagu-lagu pujian dalam ibadah, hanya sekedar keluar dari bibir mulut kita, tanpa mencoba menghayati dan merenungkan syair atau pesan dalam lagu tersebut. Kita menyanyi tidak dengan segenap hati kita. Terkadang, nyanyian kita bukan lahir dari iman dan kasih kepada Tuhan. Menyanyi lagu rohani tidak sama artinya dengan memuji Tuhan. Saya juga mencoba untuk mengevaluasi diri saya, apakah saya selama ini dalam ibadah lebih banyak jatuh dalam aktivitas “menyanyi lagu rohani”, tetapi tidak sedang memuji Tuhan, karena saya tidak menyanyi dengan segenap hati dan kasih kepada Tuhan.Contoh kedua, kadang-kadang dengan “sengaja” kita telah menciptakan kondisi tubuh dan pikiran yang tidak siap untuk beribadah dengan penuh konsentrasi. Bagaimana kita bisa berkonsentrasi dengan baik dalam ibadah Minggu, jika kita Sabtu malamnya tidak tidur dengan waktu yang cukup? Akibatnya, kita ngantuk dalam ruang ibadah. Bagaimana kita juga bisa fokus dalam beribadah, jika saat beribadah kita “main” handphone, entah itu membalas whatsapp, SMS, facebook, instagram, dll yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan ibadah yang sedang kita lakukan.Contoh ketiga, kita kurang memiliki kerinduan yang besar, supaya hati kita menjadi “tanah yang baik” ketika ditaburi oleh benih kebenaran firman Tuhan (Lihat Matius 13:1-23). Ketika pengkhotbah dari gereja kita menyampaikan penguraian firman Tuhan yang mungkin menegur dosa-dosa kita, kita berpikir, “Ini Hamba Tuhan sedang menyindir saya ya?” Kita sangat suka dengan ayat-ayat yang berisi janji-janji Tuhan, tetapi kurang tertarik dengan ayat-ayat yang berisi teguran dan koreksi dari Tuhan. Kita kurang memiliki hati yang terbuka terhadap kebenaran firman Tuhan.Renungkanlah: “Apakah kita mau mengubah cara pandang dan sikap kita dalam beribadah, supaya kita sungguh-sungguh mengalami perjumpaan rohani dengan Allah?”DOA: “Ya Tuhan, ampuni kami jika kami tidak mempersiapkan hati dengan sungguh-sungguh ketika beribadah kepada-Mu. Ampuni kami, jika kami kurang menaruh hormat kepada-Mu dalam ibadah kami, padahal kami sedang menghadap Raja di atas segala raja, Tuhan Pencipta langit dan bumi. Mampukan kami, dengan pertolongan Roh Kudus untuk menyembah-Mu dalam roh dan kebenaran seperti yang Engkau inginkan. Amin.”
“While all men seek after happiness, scarcely one in a hundred looks for it from God. Complete happines is knowing God.” (John Calvin)
BAGAIMANA SIKAP KITA DALAM IBADAH?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Hamba Tuhan: Panggilan Mulia dan Berbahaya (Pastor: Glorious and Dangerous Calling)
Tulisan ini merupakan refleksi/perenungan saya selama 7 tahun melayani di gereja sebagai Hamba Tuhan/Rohaniwan. Tidak terasa, sudah 7 t...
No comments:
Post a Comment