Apakah Alkitab ada mengajarkan secara eksplisit atau implisit, supaya kita
mengejar kebahagiaan (happiness)
dalam hidup ini? Bukankah hal ini yang sering diajarkan oleh lingkungan kita,
dan mungkin yang sering kita lakukan, yaitu: Mengejar Kebahagiaan? Apa
sebenarnya yang Alkitab ajarkan tentang “kebahagiaan”?
Jika kita dengan teliti mempelajari Alkitab, maka tidak ada satu bagian pun
dalam Alkitab yang memberikan perintah kepada kita untuk mengejar kebahagiaan.
Yang ada adalah Alkitab memberikan perintah bagi kita, misalnya, mengejar/mencari
Allah dan kehendak-Nya (1 Tawarikh 16;11; Matius 6:33), atau mengejar kekudusan
(Ibrani 12:14).
Bahkan Ucapan Bahagia (Matius 5:3-12) yang merupakan bagian Khotbah Tuhan
Yesus di Bukit, bukan memberikan perintah untuk mengejar kebahagiaan, tetapi
Ucapan Bahagia Tuhan Yesus adalah sebuah deklarasi
kebahagiaan.Yesus tidak berkata, “Kejarlah, carilah kebahagiaan!” Tetapi
Yesus mendeklarasikan atau menyatakan siapakah orang yang berbahagia itu. Orang
yang berbahagia adalah orang yang miskin secara rohani di hadapan Allah, karena
merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Orang yang berbahagia adalah orang yang
berduka atas dosa-dosanya, karena mereka akan dihibur oleh Tuhan. Orang yang berbahagia
adalah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi, dan
seterusnya. Disini kita melihat, kebahagiaan adalah akibat, atau hasil/buah
dari kita mengejar apa yang disukai Tuhan. Pengkhotbah 8:12 menyatakan, “Orang
yang takut akan Allah akan beroleh kebahagiaan.” Jadi, kebahagiaan itu bukan
untuk dikejar, tetapi kebahagiaan adalah berkat yang Allah sediakan dan berikan
bagi orang percaya di dalam Kristus yang hidup mengasihi Tuhan, dan menaati
perintah-Nya.
Konsep kebahagiaan yang Yesus ajarkan bukanlah kebahagiaan yang bergantung
pada kondisi eksternal di sekeliling kita. “Saya berbahagia karena hidup saya
lancar dan sukses. Saya berbahagia karena saya sehat. Saya berbahagia karena saya
mempunyai pasangan hidup yang baik.” Bukan itu! Karena kondisi eksternal kita
bisa berubah-ubah, tidak menentu. Tidak selalu hidup kita lancar, dan berjalan
sesuai dengan harapan dan rencana kita. Tidak selalu kita sehat, dan tidak
selalu kehidupan keluarga kita harmonis.
Istilah “kebahagiaan” (Yunani: makarios)
yang Yesus maksudkan adalah kebahagiaan pada saat kita memiliki relasi yang
benar dengan Allah. Kebahagiaan yang diperoleh ketika kita mendapat perkenanan
dari Allah. Kebahagiaan yang di dalamnya kita berada dalam berkat Allah yang
adalah Sumber Berkat itu. Itulah sebabnya, dalam beberapa terjemahan bahasa
Inggris (ESV, NIV, KJV, RSV) menggunakan istilah, “Blessed...” (Diberkatilah…).
Kebahagiaan versi Yesus (makarios)
adalah kebahagiaan yang bersifat batiniah, inner
happiness, inner satisfaction. Kebahagiaan yang tidak bergantung keadaan di
sekeliling kita, baik atau tidak baik. Yesus berkata dalam Matius 5:10-11,
“Berbahagialah (makarios) jika kamu
dianiaya oleh karena kebenaran. Berbahagialah jika kamu dicela dan difitnahkan
segala yang jahat oleh karena nama-Ku.” Dianiaya pasti adalah sebuah kondisi
yang tidak mengenakkan, tetapi Tuhan Yesus menyebut orang itu sebagai orang
yang berbahagia/diberkati, karena hidup benar di hadapan Allah.
Diri Allah sendiri adalah Sumber Kebahagiaan kita. Pada saat kita
menjadikan “sesuatu” di luar diri Allah
(harta, jabatan, kesehatan, pasangan hidup, keluarga, anak, dll) sebagai sumber
kebahagiaan dalam hidup ini, maka kita justru akan kehilangan kebahagiaan yang
sesungguhnya, ketika semua itu tidak berjalan sesuai dengan apa yang kita
harapkan, atau ketika kita kehilangan semua itu. Allah memberikan harta,
jabatan, kesehatan, keluarga, atau pasangan hidup atau anak kepada kita,
bukanlah untuk dijadikan sumber kebahagiaan, tetapi melalui semua itu, Allah
ingin membentuk kita menjadi manusia yang Dia inginkan, yang makin bertumbuh
serupa Kristus, manusia yang memuliakan Allah dan menikmati Dia.
Tujuan hidup kita yang dinyatakan dalam Alkitab dirangkum dengan sangat
baik oleh Katekismus Singkat Westminster, “To
glorify God and to enjoy Him forever” (Memuliakan Allah dan menikmati Dia
selama-lamanya). Kebahagiaan
sejati adalah hasil dari mencari dan mengejar tujuan akhir hidup yang benar. Pada saat
seseorang memuliakan Allah dan menikmati Dia, maka kebahagiaan yang sejati akan
dialami oleh orang itu. Kebahagiaan sejati hanya terwujud dan dialami, jika orang itu hidup sesuai dengan maksud
dan tujuan Allah bagi dirinya.
“Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang
menaruh harapannya pada TUHAN!” (Yeremia 17:7)
No comments:
Post a Comment