“MURID KRISTUS: MENDENGAR DAN MELAKUKAN FIRMAN” (Matius 7:24-27)


Robert Banks, Ph.D. dari University of Cambridge pernah melakukan sebuah penyelidikan, ternyata seringkali ditemukan kesenjangan antara “apa yang diimani” dengan “apa yang dilakukan” oleh orang-orang Kristen dalam hidupnya sehari-hari”(the gap between Belief and Daily Life). Robert Banks menyimpulkan:

  1. Sedikit sekali orang Kristen yang mampu mengaplikasikan apa yang diimaninya dalam dunia kerja atau dalam kehidupan sehari-hari.
  2. Sikap hidup sehari-hari lebih dominan dibentuk oleh nilai-nilai masyarakat dimana mereka tinggal daripada dibentuk oleh nilai-nilai firman Tuhan.

Matius 7:24-27 ini juga berbicara tentang kesenjangan antara “apa yang didengar dan yang diketahui” dengan “apa yang dilakukan” dalam hidup sehari-hari. Yesus mengilustrasikan ada 2 jenis orang, yang keduanya sama-sama membangun rumah. Dilihat dari luar, kedua rumah yang dibangun itu mungkin sama-sama bagus dan indah. Tetapi apa yang membedakan kedua rumah itu? Yang membedakannya adalah fondasi atau dasarnya. Rumah jenis pertama didirikan “di atas batu”, sedangkan rumah jenis kedua didirikan “di atas pasir.” Menurut Dr. John MacArthur, istilah “batu” (Yunani: petra; Inggris: rock) dalam ayat 24 ini, bukan dalam arti sebuah batu besar, tetapi merujuk pada lapisan tanah yang keras dan kokoh. Jenis tanah seperti ini solid, stabil, dan tidak mudah bergeser. Sedangkan rumah jenis kedua dibangun di atas pasir, fondasi jenis tanahnya rapuh dan tidak kokoh.
Bagian ini bukan sedang mengkontraskan antara orang Kristen dengan yang bukan Kristen. Ayat ini berbicara tentang 2 jenis orang Kristen yang sama-sama mendengarkan firman Allah, tetapi memiliki sikap atau respons yang berbeda terhadap firman. Fokus bagian ini adalah bagaimana sikap kedua jenis orang ini terhadap firman Tuhan yang mereka dengar, dan apa yang menjadi fondasi kehidupan iman mereka.
Kedua jenis orang ini memiliki satu kesamaan, yaitu sama-sama mendengarkan firman Tuhan. Dalam konteks masa kini, kedua jenis orang ini sama-sama mendengarkan khotbah di gereja, sama-sama membaca Alkitab, dan menghadiri Seminar Kristen, namun perbedaannya adalah orang yang satu melakukan apa yang didengar dan yang dipelajarinya (menghidupi firman), sedangkan orang yang satu lagi, mengabaikan dan tidak melakukan firman yang didengarnya dalam hidup sehari-hari.
Semua orang mungkin bisa baca Alkitab. Semua orang bisa dengar khotbah. Semua orang bisa belajar firman. Tetapi masalahnya adalah apakah kita sungguh-sungguh mau bergumul untuk melakukan firman yang kita dengar dan kita ketahui? Iman bukan sekadar berbicara tentang tahu mana ajaran yang benar dan mana ajaran yang salah. Iman bukan sekadar persetujuan intelektual terhadap doktrin-doktrin tertentu dalam kekristenan. Iman lebih dari itu. Alkitab berbicara tentang iman yang menyelamatkan dan juga sekaligus iman yang menguduskan, yaitu iman yang membuahkan perbuatan-perbuatan baik dan membuahkan kekudusan hidup. Yudas Iskariot pernah mendengarkan khotbah yang paling baik dari pengkhotbah yang terbaik, yaitu Yesus Kristus. Yudas Iskariot pernah dididik dan diajar langsung oleh seorang Rabbi, Guru yang terbaik dalam sejarah, yaitu Yesus Kristus. Namun, Yudas Iskariot tidak berakar di dalam firman, dan tidak hidup di dalam firman.
Kita membangun fondasi kehidupan iman Kristen kita di atas dasar apa? Apakah di atas pasir yang rapuh, atau di atas batu yang kokoh? Salah satu hal yang dapat menjadi ujian untuk melihat hal itu adalah bagaimana sikap kita terhadap krisis atau badai kehidupan yang sedang melanda hidup kita. Tuhan sendiri pada akhirnya yang akan menguji dan menyingkapkan, apakah hidup kekristenan kita dibangun di atas dasar batu, atau pasir. Pada saat hidup ini susah, sakit-penyakit menimpa kita, musibah demi musibah datang silih berganti, pergumulan berat tidak ada habis-habisnya, bagaimana sikap kita di dalam menghadapi semua itu?
Saya setuju dengan Dr. John MacArthur yang menyatakan, “Kesulitan dan pergumulan hidup seringkali menyingkapkan apa sesungguhnya yang paling kita cintai dalam hidup ini.” Orang yang ternyata mencintai “berkat jasmani dari Tuhan” lebih daripada diri Tuhan sendiri sebagai Sumber Pemberi Berkat, akan mengalami iman yang goncang ketika “berkat-berkat” itu diambil oleh Tuhan dari dirinya.  Ada sebagian orang Kristen yang fokus hidupnya adalah mencari “keuntungan-keuntungan” yang bisa didapat dari diri Allah daripada “mencari diri Allah sendiri” (Seeking the benefits of God, not “Seeking God Himself”). Tidak sedikit orang Kristen yang hanya fokus pada “pemberian berkat dari Allah”, lalu melupakan dan mengabaikan Sang Pemberi Berkat, yang justru lebih utama.
Orang yang membangun kehidupan imannya di atas dasar Kristus dan firman-Nya, orang yang menghidupi firman; ketika badai kehidupan datang, mungkin dia bisa goncang, bisa goyah, hatinya menjerit dan menangis, pedih dan perih, tetapi “rumah imannya” tidak akan rubuh dan hancur. Sebaliknya, orang yang membangun “rumah imannya” pada kekuatan diri sendiri, atau mengikut Tuhan Yesus dengan motivasi keliru, maka ketika badai kehidupan datang, rumah itu akan rubuh dan hancur, karena dibangun di atas fondasi yang rapuh. Mari kita dengan jujur dan rendah hati di hadapan Tuhan, mengevaluasi diri kita sendiri: Kita termasuk golongan yang mana? Tuhan menolong kita. 

No comments:

Post a Comment

Hamba Tuhan: Panggilan Mulia dan Berbahaya (Pastor: Glorious and Dangerous Calling)

Tulisan ini merupakan refleksi/perenungan saya selama 7 tahun melayani di gereja sebagai Hamba Tuhan/Rohaniwan. Tidak terasa, sudah 7 t...