ORANG SEPERTI APA YANG INGIN DIHASILKAN DALAM GEREJA KITA?


Image result for willow creek community church
Salah satu gereja Injili di Amerika yang dianggap perkembangannya sangat pesat adalah Willow Creek Community Church di Chicago, Illinois, USA, yang dirintis dan digembalakan oleh Pdt. Bill Hybels.                                           Pada awal berdirinya di tahun 1975, jemaatnya sekitar 200 orang, tetapi setelah 37 tahun kemudian, tahun 2012 jemaatnya telah mencapai 25.000 orang. 
Pada tahun 2005, budget per tahun gereja ini sudah mencapai 50 juta US Dollar. 


Namun, terhadap gereja yang dianggap sukses ini pernah diadakan sebuah penelitian dan survei beberapa tahun yang lalu, untuk mengevaluasi kondisi kesehatan gereja ini. Hasilnya adalah sebagai berikut:

  1. Cukup banyak jemaat yang rasis, materialistis, hedonis,  pernikahannya hancur, dan memiliki problem imoralitas seksual.
  2. Meningkatkan kegiatan gereja hampir tidak membuat seseorang lebih mengasihi Tuhan dan mengasihi sesamanya.
  3. Willow Creek Community Church memiliki banyak anggota yang gelisah dan tidak puas. Tingkat persentase jemaat yang berniat ingin pindah gereja cukup tinggi.

Mendengar hasil survei dan evaluasi ini, Pdt. Bill Hybels sebagai pendiri dan Gembala Senior gereja ini memberikan tanggapan.
Dari tanggapannya itu, ada 3 kalimat penting yang diungkapkannya, yaitu:

  • “I was shocked.” (Saya kaget)
  • “We made a mistake.” (Kami telah melakukan sebuah kesalahan)
  • “We must repent!” (Kami harus bertobat!)

Saya secara pribadi sangat mengapresiasi sikap kerendahan hati dari Pdt. Bill Hybels ini.
Sebagai seorang Gembala Senior sebuah Megachurch, dan pemimpin gereja yang dianggap sukses, dia tidak merasa gengsi untuk mengakui bahwa ada kesalahan dalam hal arah gereja yang dipimpinnya selama ini.

Ternyata gereja yang kelihatannya sukses menurut ukuran dunia, belum tentu gereja itu sehat secara rohani seperti yang Alkitab ajarkan.
Seringkali ukuran kesuksesan gereja hanya bersifat superficial, yaitu biasanya diukur berdasarkan jumlah jemaat, jumlah pemasukan gereja, dan gedung/fasilitasnya.
Ketiga hal ini tentu sangat penting untuk dievaluasi. Kalau jemaat makin bertumbuh kerohaniannya, bukankah jemaat juga akan makin bertumbuh semangat memberinya untuk gereja? Ya, saya setuju!
Jika jemaat makin bertumbuh kerohaniannya, bukankah jemaat akan makin rindu mengabarkan Injil dan membawa jiwa-jiwa baru untuk datang ke gereja, sehingga jumlah jemaat juga akan bertambah? Ya, saya setuju!
Jika jemaat makin bertumbuh dalam kasih, teladan iman, dan kepedulian terhadap orang lain, bukankah akan menjadi daya tarik bagi orang lain untuk bergabung dengan gereja, sehingga jumlah jemaat bisa makin bertambah? Ya, saya juga setuju dalam hal ini.
Tetapi point yang ingin saya tekankan adalah gereja yang bertumbuh secara kuantitas (jumlah jemaat), financial, dan fasilitas, tidak selalu otomatis, pasti menjadi gereja yang sehat dan berkenan di hati Tuhan.

Gereja seharusnya bukan berpusat pada “program” (programe oriented), atau berpusat pada aktivitas semata, tetapi harus berpusat pada pertumbuhan rohani jemaat (spirituality and being).

Beberapa pertanyaan indikator yang harus diajukan pada gereja adalah, Manusia seperti apa yang mau kita hasilkan dalam gereja kita?
Apakah jemaat kita makin bertumbuh dalam kasih kepada Allah dan sesama? Apakah jemaat kita makin bertumbuh dalam buah Roh? Metode, program, dan aktivitas hanyalah alat atau sarana untuk membentuk kerohanian jemaat yang makin bertumbuh serupa Kristus.
Image result for disciples making

Ada sebuah kutipan yang tidak mencantumkan siapa penulisnya, menyatakan seperti ini:

“A church can have all of the programs in the world. But if people aren’t changing, all you have is religion… A show on Sundays.”

Amanat Agung Yesus Kristus dalam Matius 28:18-20, dengan jelas dan tegas memberikan perintah untuk menjadikan sekalian bangsa murid Kristus.
Kualifikasi yang dinginkan Yesus adalah jelas, yaitu murid Kristus (disciple of Christ), bukan sekadar pengunjung gereja, atau orang yang di KTP-nya beragama Kristen, atau bukan sekadar orang yang aktif kegiatan gereja, tetapi nilai-nilai hidup dan perilaku hidupnya bertolak belakang dari nilai-nilai yang diajarkan oleh Kristus.

Jadi, sasaran (goal) yang ingin dicapai adalah “murid Kristus”, sedangkan metode yang digunakan bisa bermacam-macam.
Kita “memuridkan orang lain” (dalam arti supaya orang itu bertumbuh makin serupa Kristus) bisa melalui khotbah (pemberitaan firman), ibadah bersama (corporate worship), Persekutuan (komisi), konseling, pembesukan jemaat (visitasi), Seminar/Pembinaan, Pemahaman Alkitab, Kelompok Kecil (KK), atau Kelompok Tumbuh Bersama (KTB), dll.
Tetapi dari semua metode itu, metode pemuridan (discipleship) yang paling efektif adalah melalui KK/KTB, yang berkonsentrasi pada sejumlah orang tertentu, seperti yang Yesus lakukan terhadap ke-12 murid-Nya.

Namun, konsep KK/KTB pun harus mengikuti prinsip-prinsip Alkitab, jika tidak, maka KK/KTB bisa bergerak pada arah yang keliru, misalnya, menjadi sebuah kelompok “gosip”, kelompok eksklusif, kelompok yang hanya sharing “pengalaman” dan pengetahuan Alkitab saja, kelompok yang hanya “haha..hihi…”, tetapi kehilangan keunikan dan keunggulan nilai-nilai Christian community di dalamnya.

Metode pemuridan secara umum juga dinyatakan dalam Buku Panduan Dogmatika Gereja Kristen Kalam Kudus, dalam Bab VI: Doktrin Gereja, pada Sub-Bab Pemuridan (VI.B.2.), tertulis:

“Gereja memiliki tanggung jawab untuk memuridkan orang percaya (Matius 28:19).
Pemuridan ini dilakukan melalui: 
(a) Ibadah 
(b) Pemberitaan firman Tuhan yang berupa pengajaran, 
(c) Persekutuan yang sehat dengan orang-orang percaya 
(d) Kesaksian orang percaya yang menjadi berkat bagi dunia.”

Ketika pertama kali membaca bagian itu, mata dan pikiran saya lebih lama tertuju pada butir (d). Mengapa?
Karena saya langsung bertanya pada diri saya sendiri: Apakah kesaksian hidup saya telah menjadi berkat bagi dunia, atau sebaliknya?

Kesaksian hidup kita adalah salah satu sarana untuk memuridkan orang lain.
Bagaimana mungkin saya mengajar orang untuk peduli orang lain, kalau diri saya sendiri tidak peduli orang lain? Bagaimana mungkin saya mengajar orang lain untuk datang tepat waktu, kalau diri saya sendiri tidak tepat waktu dan tidak menghargai waktu orang lain?
Bagaimana mungkin saya mengajar orang untuk menghormati orang lain, jika saya sendiri tidak menghormati orang lain? Bagaimana mungkin saya mengajar supaya orang lain mengasihi Tuhan, jika saya sendiri tidak mengasihi Tuhan?
Untuk dapat memuridkan orang lain, maka diri kita sendiri pun harus terus-menerus dimuridkan, dan proses ini tidak akan pernah selesai seumur hidup kita.

Orang seperti apa yang ingin dihasilkan dalam gereja kita? Orang yang memiliki kualifikasi sebagai murid Kristus! Yaitu, orang yang percaya pada apa yang Yesus percayai, mengasihi seperti Yesus mengasihi, melayani seperti Yesus melayani, memimpin seperti Yesus memimpin, dan hidup seperti Yesus hidup.

Tuhan, nyatakan kemurahan dan belas kasihan-Mu dalam hidup kami.
Kiranya anugerah Roh Kudus menolong kami yang lemah dan rapuh ini, untuk hidup seperti Yesus hidup. Amin.

No comments:

Post a Comment

Hamba Tuhan: Panggilan Mulia dan Berbahaya (Pastor: Glorious and Dangerous Calling)

Tulisan ini merupakan refleksi/perenungan saya selama 7 tahun melayani di gereja sebagai Hamba Tuhan/Rohaniwan. Tidak terasa, sudah 7 t...